Nitrogen dalam sistem akuakultur terutama berasal dari pakan buatan yang mengandung protein dengan kisaran 13 - 60% (2 - 10% N) tergantung pada kebutuhan dan stadia organisme yang dikultur. Hampir 90% sumber protein pada perairan tambak berasal dari pelet, dimana 22% dikonversi menjadi biomassa ikan, 7% dimanfaatkan oleh aktifitas mikroorganisme, 14% terakumulasi pada sedimen dan 57% tersuspensi di air tambak. Dari total protein yang masuk ke dalam sistem budidaya, sebagian besar pakan tidak dikonsumsi, sementara pakan yang dikonsumsi dikonversi menjadi daging dan sebagian lainnya dieksresikan ke lingkungan dalam bentuk amonium dan feces. Proses metabolisme pakan yang dikonsumsi dalam tubuh organisme budidaya kemudian akan menghasilkan biomasa dan sisa metabolisme berupa urine dan feses. Protein dalam pakan akan dicerna namun hanya 20 - 30% dari total nitrogen dalam pakan dimanfaatkan menjadi biomassa ikan.
Tingkat pemberian pakan yang tinggi tersebut akan mengakibatkan peningkatan hasil-hasil metabolisme ikan dan dekomposisi bahan-bahan organik pada sedimen tambak menjadi sebesar 10.000-200.000 mg/kg. Oksidasi dari sulfida akan menghasilkan asam sulfat yang dapat menyebabkan kondisi lingkungan tambak menjadi asam (pH 4-5,5), sehingga dapat membahayakan kondisi ikan. Bahan organik yang mengandung nitrogen dapat digunakan oleh bakteri heterotrof melalui proses amonifikasi dan nitrifikasi, sehingga akan mengakibatkan berkurangnya oksigen dalam tambak dan menyebabkan meningkatnya permintaan oksigen pada sedimen (Sediment Oxygen Demand/SOD) dari rata-rata 0,06 g O2 m-2/h-1 menjadi 0,24 g O2 m-2/ h-1 dalam 3 minggu. Tingginya bahan organik (10-100 mg/kg pada air tambak dan 10.000-200.000 mg/kg pada sedimen tambak) dapat mengakibatkan blooming alga, yang berakibat pada kematian massal ikan secara mendadak. Secara praktis, penumpukan bahan organik pada sedimen tambak telah mengakibatkan penurunan tingkat kelangsungan hidup ikan dari 60% menjadi 10%.
0 komentar:
Posting Komentar